Malam itu anganmu mengetuk pintu imajinasiku
Untuk mempertanyakan kembali,
Tentang rasa yang tak pernah terungkap disegenap malammu,
Hingga hadirkupun menjadi sesuatu yang menjemukan bagimu,
Mana rasa yang kau dendangkan itu?!
Aku tak bisa menyentuhnya..! aku tak bisa melihatnya!. Ungkapmu
Indahnya sikapmu memang telah membuat lututku bertekuk
Namun.. haruskah kuungkapkan rasa itu? Tanyaku,
Namamupun selalu kudendangkan di tiap malam-malamku.
Aku rasa memang itu hanya ilusi.. lanjutmu dalam kebimbangan.
Tidak..! itu bukan ilusi, bukankah auramu tak pernah menyajikan ilusi? Lalu,
Untuk apa kau meragukan auramu..? lanjutku bertanya
Sampai kapan kau akan membiarkan auraku berkeliaran?
Sampai kapan kau akan membiarkanku terpuruk dalam kekosongan? Sampai kapan..?
Umpama sebutir biji
Lambat laun pasti akan berbuah juga, lanjutmu
Tapi.. waktu tak selalu berpihak pada biji yang berproses menjadi pohon
Ombakpun bisa menghancurkan rumah yang berdiri kokoh
Narasi hidup banyak yang tak sepihak dengan hati kita, namun
Air harus tetap mengalir, mengairi kehidupanmu dan kehidupanku.
Hanya kata ini yang kusulam untukmu, dengan rasa yang sama seperti dulu. Tak harus memilikimu.