Tuesday, April 14, 2009

Malem



Pagi yang senyap itu aku masih tetap terpaku, sama seperti dulu, terpaku oleh kebisingan-kebisingan yang sarat akan caci, tak ada yang berubah sedikitpun, terus berputar putar dan melingkar; lalu terhempas pelan kedalam hatiku. Hati yang sunyi dari cinta, hati yang bahkan setanpun ikut bernaung didalamnya, hati yang tak mampu kumenampung kehingaran berfikir dan bekerja, apalagi untuk berkorban walau hanya demi seekor nyawa.

Dan masih seperti biasa, sang siangpun kembali menampakkan ketajaman sorot matanya dengan tatapan yang nanar, ganas, dan panas. Tak ada kehangatan sedikitpun didalamnya. sehingga akupun malas berlama-lama memujanya.

Aku tak begitu mencintai siang, karena siang selalu memaksaku menghindar dari tatapanya dengan memberikanku saat untuk bernaung dibawah pohon-pohon rindang. Aku tak begitu mencintai siang !! karena ketika mataku hendak bertatap dengannya, aku tak kuasa, ketika hendak kurengkuh dia, aku terbakar, hangus tak tersisa. Siang terlalu baik hati untuk aku cintai, dan terlalu ganas untuk aku benci.

Lalu dengan malu-malu tibalah saat sang senja menampakkan diri dengan garis-garis cahaya yang meredup, melambangkan keteduhan sikap, yang senantiasa memberikan kelembutan dengan tiupan udaranya yang menyejukan jagad raya, menusuk tulangku yang kian hari kian rapuh.

Ahhh...!! aku tak bisa mencintai senja !! senja terlalu lembut untuk aku cintai dan terlalu lemah untuk aku benci, karena hadirnya yang terlalu singkat. hingga ketika hendak aku mencumbunya sang malampun telah datang merenggut.

Dengan pelan namun pasti; sang senjapun mulai meredup. Meninggalkan alam sayunya menuju kegelapan, ya kegelapan yang pekat gegap gempita. Ohhh malam.. kenapa kau hanya datang duabelas jam dalam sehari? Kenapa tak kau malamkan pagiku? Siangku? Senjaku?. Malamkanlah aku, malam.



***


"Kenapa kau begitu mencintai malam kawan, bukankah dalam malam hanya ada kemalasan berpikir, kemalasan bekerja?"

"Justru itu alasanku mencintai malam, karena hanya pada malamlah kerehatan meraja, bukan lagi dengan bekerja, bukan pula dengan logika tapi dengan menghamba. Apalah arti produktifitas jika tak dibarengi dengan waktu yang pas?."

“Dan?”

"Dan bagiku, malam adalah akhir dari sebuah proses, proses dari ada menuju tiada, dari cerah menuju khafa', dari bangga menuju hina, dan dari baqa menuju fana."

“Kemudian?”

“Yah.. karena hanya malamlah yang mensyaratkan cahaya untuk berjalan didalamnya.”

“Eh .. tapi.. mmm.. sudahkah kau menemukan cahaya untuk berjalan di alamnya?.”










diketik oleh Ahmad Adib Amrullah