Ketergila-gilaan berasmara adalah keniscayaan bagi kawula pecinta. Justru itulah yang membuat dunia ini bersatu dan mampu mengenal kedamaiannya. Namun, terdapat selusin hati yang sedikitpun tak mengenal rasa cinta, laiknya para perusak di muka bumi ini dengan segala warna dan ragam mereka. Apa yang harus dikata bila cinta-lah yang memilih siapa pemujanya, dan bukan satupun dari kita sanggup memilih cinta. Sekali lagi, ia adalah anugerah, mesikpun yang meraihnya tidak pula mampu memahami ataupun menjalaninya sebagaimana mestinya.
Tatkala tatapan hati mencoba mengupas bumi ini, sejumlah manusia akan tertangkap dengan dunianya yang berbeda. Iya, mereka punya dunia lain dalam bercinta, bahkan cinta itupun tak lagi niscaya bagi mereka, tanpa titik, tanpa koma, tanpa bagaimana dan tanpa mengapa !! Komunitas tersebut adalah para pembunuh cinta. Hati nurani mereka kian tersembelihkan oleh deretan kapak yang datang dari arah yang abstrak, namun ia begitu kongkrit merasuki urat-urat kalbu yang sedang bersorak.
Sebab cinta adalah penyakit, maka virusnya begitu misterius dan hanya meracuni siapa yang dikehendakinya. Namun meski ia dikatakan virus yang mematikan, begitu dahsyat ia membasmi segala penyakit jiwa manusia. Tak heran bila pecinta yang sehat justru harus menjauh dari logika, bila menolak, maka cinta itulah yang secara paksa akan memecahkan akalnya. Dan ia mesti hidup dengan segala kehampaan demi cinta, dimana ia diawali rasa sakit, ditengahi rasa pedih dan diakhiri kematian nan nestapa. Sehoror apapun cinta itu, ia tetap bertahan sebagai anugerah termahal yang sungguh tiada tara.
Ajaibnya, kematian itu adalah kehidupan hakiki bagiku . Mati syahid oleh cinta adalah kehidupan yang bahagia. Mati tanpanya adalah hidup sia-sia. Tiada nasehat terpuji selain mari bercinta, ia memang tak mudah dirasa, maka bercintalah sesuka naluri manismu, dan jangan lupa, bahwa kau saat itu hanya mengaku-ngaku saja, sampai kau bersedia memenuhi haknya... dengan membunuhnya !!
tiba-tiba aku mabuk... logikaku sirna oleh Laila... embun-embun cintanya begitu deras menghujani arwahku. Namun jalan menujunya begitu jauh. Sekeras apapun teriakanku, Laila dengan enteng menyahut... maharku adalah nyawamu !!! Menyerahlah para pecandu Laila, atau tetaplah dalam kepalsuan cinta. Pilih mati atau hidup penuh dusta !!!
Cinta yang merasuk ini begitu aneh, abstrak, memabukkan, menyakitkan, bahkan meracuni dan mematikan. Ia tak dapat disurat dan tak mudah disirat. Hanya pedih dirasa oleh hati yang nekad. Obyek cinta pun telah menjadi segalanya bagiku, ia kiblatku, ia wajibku, ia sunnahku, ia perbuatanku dan ia ucapanku. Keindahannya sebatas mencuri mataku, namun padanya telah kupasrahkan segalaku. Oleh wibawanya meletuslah gunung kalbuku. Oleh tembakannya jadilah sebagianku seluruhku. Mati padanya adalah hidupku, namun hidup itulah pembunuhanku. Aku sungguh faqir dan tak berdaya, mohon maklumi penderitaanku. Perasaanku ini berkumandang di setiap alam, namun ia tetap rahasia, hanya orang sepertiku yang faham. Terpanggillah aku... kembalikanlah malam-malamku !!!
Ooh... dimana kudapati perisai itu? untuk menangkis cercahan-cercahan samuraimu! Tolong, tuangkanlah minuman kerasmu, untuk kulampiaskan nafsu kamilahku! Ooohhhh...................................... LEBURLAH AKU !!!
* Coretan hati ini merupakan intisari jarak jauh dari apa yang sempat terungkapkan oleh sejumlah pemabuk sufi terdahulu.
dicoret oleh Abdul Aziz Sukarnawadi
Tatkala tatapan hati mencoba mengupas bumi ini, sejumlah manusia akan tertangkap dengan dunianya yang berbeda. Iya, mereka punya dunia lain dalam bercinta, bahkan cinta itupun tak lagi niscaya bagi mereka, tanpa titik, tanpa koma, tanpa bagaimana dan tanpa mengapa !! Komunitas tersebut adalah para pembunuh cinta. Hati nurani mereka kian tersembelihkan oleh deretan kapak yang datang dari arah yang abstrak, namun ia begitu kongkrit merasuki urat-urat kalbu yang sedang bersorak.

Ajaibnya, kematian itu adalah kehidupan hakiki bagiku . Mati syahid oleh cinta adalah kehidupan yang bahagia. Mati tanpanya adalah hidup sia-sia. Tiada nasehat terpuji selain mari bercinta, ia memang tak mudah dirasa, maka bercintalah sesuka naluri manismu, dan jangan lupa, bahwa kau saat itu hanya mengaku-ngaku saja, sampai kau bersedia memenuhi haknya... dengan membunuhnya !!
tiba-tiba aku mabuk... logikaku sirna oleh Laila... embun-embun cintanya begitu deras menghujani arwahku. Namun jalan menujunya begitu jauh. Sekeras apapun teriakanku, Laila dengan enteng menyahut... maharku adalah nyawamu !!! Menyerahlah para pecandu Laila, atau tetaplah dalam kepalsuan cinta. Pilih mati atau hidup penuh dusta !!!
Cinta yang merasuk ini begitu aneh, abstrak, memabukkan, menyakitkan, bahkan meracuni dan mematikan. Ia tak dapat disurat dan tak mudah disirat. Hanya pedih dirasa oleh hati yang nekad. Obyek cinta pun telah menjadi segalanya bagiku, ia kiblatku, ia wajibku, ia sunnahku, ia perbuatanku dan ia ucapanku. Keindahannya sebatas mencuri mataku, namun padanya telah kupasrahkan segalaku. Oleh wibawanya meletuslah gunung kalbuku. Oleh tembakannya jadilah sebagianku seluruhku. Mati padanya adalah hidupku, namun hidup itulah pembunuhanku. Aku sungguh faqir dan tak berdaya, mohon maklumi penderitaanku. Perasaanku ini berkumandang di setiap alam, namun ia tetap rahasia, hanya orang sepertiku yang faham. Terpanggillah aku... kembalikanlah malam-malamku !!!
Ooh... dimana kudapati perisai itu? untuk menangkis cercahan-cercahan samuraimu! Tolong, tuangkanlah minuman kerasmu, untuk kulampiaskan nafsu kamilahku! Ooohhhh...................................... LEBURLAH AKU !!!
* Coretan hati ini merupakan intisari jarak jauh dari apa yang sempat terungkapkan oleh sejumlah pemabuk sufi terdahulu.
dicoret oleh Abdul Aziz Sukarnawadi