kulupakan hari-hari yang akan datang, agar aku dapat hidup tenang di hari ini
kupendam puing waktu ke makamnya yang paling rahasia. barangkali serahasia mimpi. selanjutnya, hanyalah keburaman masa lalu yang semakin samar, memudar dan… hilang.
tapi ia tak sepenuhnya hilang. bibir yangtiba-tiba merintih malam ini, yang lahir dari rahim kemarau, datang seperti sapa, memintaku mengingatnya. entah kenapa,
kepedihan dan penyesalan selalu saja punya jalan untuk tetap bertandang.
******
“ia, aku senang kok sempat jadi hujanmu. makasih juga telah dibuatkan tulisan seperti itu.”
senyap, akupun senang kok sempat jadi bumimu, dan aku hanya bisa menulis, entah dengan tinta ataupun rasa, dengan jiwa maupun sukma. karena dengan itulah aku mengobati semuanya. membuat yang “sempat”bisa jadi abadi, yang jasad bisa jadi ruhani. yang sementara dapat bertahan masa, yang sia-sia kita singkirkan bersama.
siapa tahu, tulisanku dapat membuat hujan mau tercurah selamanya.
“hujan akan selalu ada, ia. untuk kemarau yang mendambanya. karena hujan adalah Ia".
******
“kamu bisa ikhlas kan, ia? membuang masa lalu dan menatap masa depan?”
bukan bisa. tapi harus, senyap. hanya dengan itulah aku bisa menerima apapun yang terjadi sebagai jalan yang mesti dilalui.
menyadari bahwa diri hanya lintasan-lintasan dari sekejap waktu. jika yang memintas itu mau berlabuh, menetap, atau hanya lewat, semua sudah ada garisnya.
semua harus berjalan…
“iya, betul.”
setiap sahabat adalah rahmat. setiap rahmat adalah harap, senyap…
“dan setiap harap pasti berjawab, kan?”
dan harap itu cintaku, yang tak hanya bicara tentang kebersaatan, tapi keabadian, keterkejutan,
nikmat ratap, syukur dalam keterbatasan.
“bagaimana syukur dalam keterbatasan?”
iya, dengan meyakini, memang kebersaatan itulah yang menjadi hakku. singgah-Nya yang sebentar itulah milikku. aku tak boleh menuntut lebih. aku harus mampu berterimakasih dengan meski….
*******
alam memang contoh terbaik dari keselarasan. jika hujan bisa hadir untuk rahim kemarau, tawa pun pasti bisa menggelapkan fajar airmata.
pelan-pelan, aku patrikan hal itu di benakku. kupandang masa laluku, tanpa sesal, tanpa pedih. aku kenang semuanya dengan tawa, ucap syukur, dan rasa lega, seperti keleluasaan rasa yang hinggap saat pertamakali kukecup tangan-Nya.
berjalanlah, sahabat. bergeraklah, raihlah kegembiraanmu. yakinlah, dari rahim sujudku, akan tetap lahir doa-doa terbaik, yang memanteraimu, mengitarimu, mengharapmu agar tetap bahagia, seperti saat setelah engkau berjumpa dengan-Nya.
bergegaslah….
Hilaly punya cerita 11.01.09