dipersembahkan untuk para pemuja rahasia
Sepintas aku bertanya pada diriku, dimana aku meletakkan hatiku yang penuh dengan deru rindu, yang terus menyulam cerita dalam belenggu sang waktu, sembari berharap jiwaku mampu mencari “dimana tempat sang waktu memenjarakan hatiku”. Tapi, ternyata penjara waktu masih asing bagiku, sehingga deru rindu selalu mengabuti, bahkan mendekap hatiku.
Dan lagi-lagi aku tak tahu, kenapa kisahku berjalan dengan tanpa keinginan akalku, tapi dengan kecerobohan hatiku, yang terlalu mudah mendatangkan sesuatu, dan mempergikan sesuatu, yang konon bernama “rindu yang dibalut dengan rasa cinta”.
Cinta…?, “mungkinkah apa aku bercermin padanya ?”, sampai curah merdu asa berkorban untuk menampakkan wajahku, ataukah “apakah mungkin dia bersedia memberi cermin padaku ?”, yang tak mampu menggambar wajahku sendiri, karena terlalu banyak dan tebalnya kepingan debu-debu asmara.
Karena apa hatiku ingin bercumbu dengan cinta…?, padahal aku sendiri buta terhadap rasa dan warna-warni asmara. Apakah itu karena dia…?, yang dianggap oleh hatiku sebagai jelmaan sang Dewa dalam wujud yang indah, bahkan terlalu indah untuk mataku yang sudah berkarat.
Dia..! aku terlalu bodoh untuk membayangkannya, tapi kenapa aku begitu menghormati kebodohanku, padahal aku tahu “kebodohan” adalah duri dalam selimut kehidupan, tapi….!, lagi-lagi “ke-tapi-an” itu yang selalu menyeretku dengan sentuhan manjanya, sehingga aku begitu bahagia dalam kebodohan yang dibenci oleh hampir semua manusia.
Apakah itu karena dia juga..? sehingga aku bahagia dan menikmati keterasinganku yang bodoh, bahkan teramat sangat bodoh, karena masih memakai selimut yang terbuat dari kain dan benang keterikatan, sehingga akalku tak mampu lagi mengusir kecerobohan hatiku, sedang aku sebagai pemilik keduanya hanya bisa menulis diatas kertas dengan tarian jemari resah.
Muram wajah rindu, belenggu nyanyian cinta, semakin hari, semakin membuatku terasing dari segala sesuatu kecuali cinta. Cinta pada seorang pria, yang senantiasa tersenyum dalam bayanganku.
Akhirnya, aku hanya bisa menikmati dan menghormati rasa cinta yang aku rasa, dengan menyimpan segala senyum yang pernah dia tujukan untuk mataku, walau bukan untuk hatiku, cukuplah segala sesuatu mengenai dia tersimpan dihatiku sebagai penawar rindu. Sehingga aku mengatakan : SELAMAT MENIKMATI CINTA” bagi pencinta yang takut rasa cintanya menjelma menjadi rasa hati yang patah.
diketik oleh Zahara